ILMU NASIKH WAL MANSUKH
Makalah
Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah “ULUMUL QUR”AN”
Dosen
Pengampu:
Imam
Masrur,M.Th.I
Disusun Oleh:
ü Uswatun Hasanah (931313512)
ü Zarkasi Arif (931314412)
JURUSAN SYARI”AH
PRODI EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KEDIRI
2012/2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala
puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan segala rahmat
serta hidayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah
yang bertitel “Ilmu Nasikh Wal Mansukh” disusun untuk memenuhi tugas
matakuliah Ulumul Qur”an tahun akademik
2012/2013.
Dalam
makalah ini penulis tidak ber-pretensi bahwa makalah ini sudah sempurna.
Oleh karena itu, penulis tidak menutup diri dari segala saran dan kritik yang
bersifat konstruktif dari pembaca yang dapat dijadikan acuan bagi penulis dalam
menulis makalah berikutnya.
Pada
kesempatan kali ini penulis dengan segala kerendahan hati, mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak
Imam Masrur,M.Th.I selaku pembimbing
mata kuliah Ulumul Qur’an
2. Teman-teman
dan semua pihak yang ikut andil dan berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini
Sebagai akhir kata,
kami sebagai penulis berharap dengan membaca makalah ini akan bisa bermanfaat
bagi setiap insan yang membacanya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Kediri,
11 September 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Tasyri’ samawi diturunkan dari Allah
keda para Rosul-Nya untuk memperbaiki umat dibidang aqidah, ibadah dan
muamalah. Oleh karena aqidah semua ajaran samawi itu satu dan tidak mengalami
perubahan karena di tegakkan oleh tauhid uluhiyah rububiyah maka seruan atau
dakwah para Rosul kepada aqidah yang satu itu sama.
Mengenai bidang ibadah dan muamalah maka prinsip dasar umumnya adalah sama, yaitu bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat serta mengikatnya dengan ikatan kerjasama dan persaudaraan. Walaupun demikian, tuntutan kebutuhan setiap ummat kadang berbeda satu dengan yang lain. Apa yang cocok untuk suatu kaum pada suatu masa mungkin tidak cocok lagi pada masa yang lain. Disamping itu, perjalanan dakwah pada taraf pertumbuhan dan pembentukan tidak sama dengan perjalanannya sesudah memasuki era perkembangan dan pembangunan. Demikian pula, hikmah tasyri’ pada suatu periode akan berbeda dengan hikmah tasyri’pada periode yang lain. Tetapi tidak diragukan lagi bahwa pembuat syari’at yaitu Allah rahmat dan Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, dan otoritas memerintah dan melarang pun hanya milik-Nya.
Oleh karena itu wajarlah jika allah menghapuskan suatu tasyri’ dengan tasyri’ yang lain untuk menjaga kepentingan para hamba berdasarkan pengetahuan-Nya yang azali tentang yang pertama dan yang terkemudian.
B.RUMUSAN
MASALAH
1)
Apakah
Pengertian Nasakh ?
2)
Apakah
Syarat-syarat Nasakh?
3)
Apakah
Pengertian Nasikh?
4)
Apakah
Pengertian Mansukh?
5)
Bagaimanakah
cara mengetahui nasakh?
6)
Seperti
apakah pentingnya Nasakh?
7)
Bagaimana
cara mengetahui Nasakh?
8)
Bagimana
pendapat para ulama’ tentang Nasakh?
9)
Ada
berapakah macam-macam Nasakh?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Ilmu Nasihk dan Mansuhk
Sebenarnya, Ilmu Nasihk dan mansuhk ini
adalah ilmu Nasakh, yaitu ilmu yang membahas ihwal penasakhan( penghapusan dan
penggantian) sesuatu peraturan hukum Al-Qur’an.Hampir
setiap ulama’ menamakannya dengan Ilmu Nasikh dan Mansukh .
Belum ada kesepakatan diantra para Ulama’ tentang nasahk, baik menurut bahasa maupun istilah, sehingga masih selalu ada beberapa pengertian untuk masing-masingnya.
Belum ada kesepakatan diantra para Ulama’ tentang nasahk, baik menurut bahasa maupun istilah, sehingga masih selalu ada beberapa pengertian untuk masing-masingnya.
Menurut bahasa, kata nasahk itu mempunyai empat
macam arti, sebagai berikut:
a).menghapus/ meniadakan berarti menghapuskan sesuatu atau atau menhilangkannya.
b).memindahkan sesuatu yang tetap sama yaitu memindahkan suatu barang dari satu tempat ketempat lain, tetapi barang itu tetap sama saja.
c).menyalin / mengutip artinya menyalin atau mengutip dari satu buku ke buku yang lain dengan tetap adanya persamaan antara kutipan dengan yang dikutip.
d).mengubah atau membatalkan sesuatu dengan menempatkan sesuatu yang lain sebagai gantinya.Yakni, nasahk itu diartikan dengan mengubah sesuatu ketentuan /hukum, dengan cara membatalkan ketentuan hukum yang ada, digantikan hokum yang baru yang lain ketentuannuya.[1]
a).menghapus/ meniadakan berarti menghapuskan sesuatu atau atau menhilangkannya.
b).memindahkan sesuatu yang tetap sama yaitu memindahkan suatu barang dari satu tempat ketempat lain, tetapi barang itu tetap sama saja.
c).menyalin / mengutip artinya menyalin atau mengutip dari satu buku ke buku yang lain dengan tetap adanya persamaan antara kutipan dengan yang dikutip.
d).mengubah atau membatalkan sesuatu dengan menempatkan sesuatu yang lain sebagai gantinya.Yakni, nasahk itu diartikan dengan mengubah sesuatu ketentuan /hukum, dengan cara membatalkan ketentuan hukum yang ada, digantikan hokum yang baru yang lain ketentuannuya.[1]
Dari keempat arti nasahk menurut bahasa
tersebut, hanya ada satu arti nasahk yang relevan dengan arti nasahk menurut
“istilah” , yakni yg ke-4(d).Sebab, inti dari pengertian nasahk menuru istilah
ialah mengubah ketentuan hokum dengan cara membatalkan hukum yang pertama
diganti dengan yang lain ketentuannya.
Para ulama’ juga berbeda pendapat dan berbeda-beda dalam merumuskan definisi nasahk menurut istilah, ada empat macam definisi nasahk.:
Nashk secara umum. Nasahk ialah membatalkan hokum yang diperoleh dari nash yang pertama, dibatalkan dengan ketentuan nash yang datang kemudian.
Nasahk secara singkat. Nasahk ialah menghapuskan hokum syara’ dengan memakai dalil syara’ juga.
Nasahk secara lengkap. Nasahk ialah menghapuskan hokum syara’ dengan memakai dalil hokum syara’ dengan adanya tenggang waktu, dengan cattan kalau sekiranya tidak ada nasahk itu tentulah hokum yang pertama tetap berlaku.
Definisi nasahk yang salah. Nasahk ialah membatasi keumuman nash yang terdahulu atau menentukan arti lafal mutlaknyadengan nash yang kemudian.[2]
Para ulama’ juga berbeda pendapat dan berbeda-beda dalam merumuskan definisi nasahk menurut istilah, ada empat macam definisi nasahk.:
Nashk secara umum. Nasahk ialah membatalkan hokum yang diperoleh dari nash yang pertama, dibatalkan dengan ketentuan nash yang datang kemudian.
Nasahk secara singkat. Nasahk ialah menghapuskan hokum syara’ dengan memakai dalil syara’ juga.
Nasahk secara lengkap. Nasahk ialah menghapuskan hokum syara’ dengan memakai dalil hokum syara’ dengan adanya tenggang waktu, dengan cattan kalau sekiranya tidak ada nasahk itu tentulah hokum yang pertama tetap berlaku.
Definisi nasahk yang salah. Nasahk ialah membatasi keumuman nash yang terdahulu atau menentukan arti lafal mutlaknyadengan nash yang kemudian.[2]
B.Syarat-Syarat Nasahk
a).Hokum yang di nasahk harus berupa hokum syara’ bukan hokum lain, seperti hokum akal atau hokum buatan manusia. Yang dimaksud hokum syara’ ialah titah Allahj (dan sunnah Rosulullah) yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, baik secara mewajibkan, melarangatau menyuruh memilih.
b).Dalil yang menghapuskan hokum syara’ harus berupa dalil syara’. Tidak boleh dalil berupa dalil akal.yang dimaksud dalil syara’ ialah: Al-Qur’an, hadist, ijma, dan kias. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS-.An-nisa’ 59).
c).Adanya dalil baru yang menghapus itu harus setelah tenggang waktu dari dalil hokum yang pertama.
d).Antara dua dalil nasihk dan mansuhk harus ada pertentangan yang nyata. Sebab sebenarnya nasahk itu adalah keadaan yang terpaksa, sebagai jalan keluar masalah yang tidak dapat di atasi kecuali dengan ketentuan baru.[3]
C.Pengertian Nasihk
Nasihk menurut bahasa ialah hokum syara’ yang menghapuskan menghilangkan, atau yang memindahkan/ yang mengutip serta mengubah dan mengganti. Jadi, hampir sama dengan pengertian nasahk menurut bahasa. Bedanya ialah nashk itu masdar, sedangkan nasihk itu isim fa’il (pelaku).
Sedangkan pengertian nasihk menurut istilah ada dua macam, yaitu:
a).Nasihk ialah hokum syara’ yang menghapus/ mengubah dalil syara’ yang terdahulu dan menggantikannya dengan hokum baru yang di bawahnya. Dalam contoh penghapusan kewajiban bersedekah kalau akan menghadap Rosulullah SAW. Nasihknya ialah ayat 13 surah Al-Mujadilah yang mengubah keajiban dari ayat 12 surah Al-Mujadilah itu dig anti dengan bebas dari kewajiban bersedekah tersebut.
b).Nasihk itu ialah Allah SWT. Artinya ialah yang menghapus dan menggantikan hokum-hukum syara’ pada hakekatnya ialah Allah SWT. Tidak ada yang lain . sebab, dalam hokum syara’ itu hanya dari Allah dan juga tidak di ubah / diganti oleh lainnya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
Artinya: “……menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah…….(QS. Al-An’am 57)
Dan sesuai pula dengan penegasan Allah dalam firmannya:
Artinya:
“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya,tentu
Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.”(Q.S.Al-Baqarah:106)[4]
D.Pengertian Mansuhk
Mansuhk menurut bahasa ialah sesuatu yang di hapus/ dihilangkan/ dipindah atau disalin/ dinukil. Sedangkan menurut istilah para ulama’ ialah hokum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang sama, yang belum diubah dengan di batalkan dan diganti dengan hokum syara’ yang baru yang datang kemudian.
Tegasnya, dalam mansuhk itu adalah berupa ketentuan hokum syara’ pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adnya perubahan situasi dan kondisi yang menghedaki perubahan dan penggantian hokum tadi. [5]
Mansuhk menurut bahasa ialah sesuatu yang di hapus/ dihilangkan/ dipindah atau disalin/ dinukil. Sedangkan menurut istilah para ulama’ ialah hokum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang sama, yang belum diubah dengan di batalkan dan diganti dengan hokum syara’ yang baru yang datang kemudian.
Tegasnya, dalam mansuhk itu adalah berupa ketentuan hokum syara’ pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adnya perubahan situasi dan kondisi yang menghedaki perubahan dan penggantian hokum tadi. [5]
E.Cara Mengetahui Nasahk
Ada tiga cara untuk mengetahui ketentuan dalil yang datang duluan atau kemudian, yaitu sebagai berikut:
a).Dalam salah satu dalil nashnya harus ada yang menentukan datangnya belakangan dari dalil yang lain. Contohnya: (QS. Al-Mujadilah 13, dan QS. Al-Anfaal 66).
b).Harus ada kesepakatan (Ijma’) para imam pada suatu masa dari sepanjang waktu yang menetapkan, bahwa salah satu dari dalil itu datang lebih dulu, maksudnya, jika ketentuan dalil itu dapat diketahui dali kalimat-kalimat dalil itu sendiri, maka harus ada Ijma’ para Ulama’yang menetapkan hal tersebut.
c).Harus ada riwayat shohih dari salah seorang sahabat yang menentukan mana yang lebih dahulu dalil nash yang sling bertentangan tadi.[6]
Ada tiga cara untuk mengetahui ketentuan dalil yang datang duluan atau kemudian, yaitu sebagai berikut:
a).Dalam salah satu dalil nashnya harus ada yang menentukan datangnya belakangan dari dalil yang lain. Contohnya: (QS. Al-Mujadilah 13, dan QS. Al-Anfaal 66).
b).Harus ada kesepakatan (Ijma’) para imam pada suatu masa dari sepanjang waktu yang menetapkan, bahwa salah satu dari dalil itu datang lebih dulu, maksudnya, jika ketentuan dalil itu dapat diketahui dali kalimat-kalimat dalil itu sendiri, maka harus ada Ijma’ para Ulama’yang menetapkan hal tersebut.
c).Harus ada riwayat shohih dari salah seorang sahabat yang menentukan mana yang lebih dahulu dalil nash yang sling bertentangan tadi.[6]
F.Pentingnya Pembahasan Nasahk
Ada beberapa kepentingan dalam ilmu nasakh ini untuk itu perlu dikupas dan diketahui, diantaranya :
a).Pembahasan nasahk itu menyangkut berbagai masalah rumit yang menjadi pangkal perselisihan dari para ulama’ ushul fiqh, Ahli tafsir, Ahli Fiqh, dan lain sebagainya.
b).Karena musu-musuh Islam, baik kaum atheis, missionaries, ataupun kaum orientalis yang telah menggunakan masalah tersebut sebagai senjata untuk mengecoh, mengadu, menjelek-jelekkan, dan lain sebagainya kepada Umat Islam.
c).Dengan mengulas nasihk-mansuhk maka sejarah pensyariatan hokum-hukum Islam (thaarikht tasyri’) dan rahasia-rahasianya (hikmatut tasyri’) akan dapat terungkap, dan jug dapat mengetahui perkembangan islam juga hikmah dibalik nasahk.
d).Dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW. Bukan yang menyusun Al-Qur’an.
e).Merupakan sarana yang sangat utama dalam memahami hokum-hukum Islam dan memanfaatkan petunjuk-petunjuknya, terutama kalau terdapat dua dalil yang saling bertentangan.[7]
Ada beberapa kepentingan dalam ilmu nasakh ini untuk itu perlu dikupas dan diketahui, diantaranya :
a).Pembahasan nasahk itu menyangkut berbagai masalah rumit yang menjadi pangkal perselisihan dari para ulama’ ushul fiqh, Ahli tafsir, Ahli Fiqh, dan lain sebagainya.
b).Karena musu-musuh Islam, baik kaum atheis, missionaries, ataupun kaum orientalis yang telah menggunakan masalah tersebut sebagai senjata untuk mengecoh, mengadu, menjelek-jelekkan, dan lain sebagainya kepada Umat Islam.
c).Dengan mengulas nasihk-mansuhk maka sejarah pensyariatan hokum-hukum Islam (thaarikht tasyri’) dan rahasia-rahasianya (hikmatut tasyri’) akan dapat terungkap, dan jug dapat mengetahui perkembangan islam juga hikmah dibalik nasahk.
d).Dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW. Bukan yang menyusun Al-Qur’an.
e).Merupakan sarana yang sangat utama dalam memahami hokum-hukum Islam dan memanfaatkan petunjuk-petunjuknya, terutama kalau terdapat dua dalil yang saling bertentangan.[7]
G.Pendapat Para Ulama’tentang
Nasahk
Dilingkungan para ulama’ dari berbagai agama, ada beberapa pendapat mengenai nasahk, di antaranya:
Secara akal dapat terjadi dan secara sama’I telah terjadi. Pendapat ini merupakan Ijmak kaum mulimin, tidak ada perselisian diantara para ulama’ tentang di perbolehkannya nashk dalam Al-Qur’an dan hadist. Atas dasar firman Allah dalam QS. Al-Baqoroh 106.
Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.”(Q.S.Al-Baqarah:106)
Dilingkungan para ulama’ dari berbagai agama, ada beberapa pendapat mengenai nasahk, di antaranya:
Secara akal dapat terjadi dan secara sama’I telah terjadi. Pendapat ini merupakan Ijmak kaum mulimin, tidak ada perselisian diantara para ulama’ tentang di perbolehkannya nashk dalam Al-Qur’an dan hadist. Atas dasar firman Allah dalam QS. Al-Baqoroh 106.
Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.”(Q.S.Al-Baqarah:106)
tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Tidak mungkin terjadi menurut akal maupun pandangan. pendapat ini dari seluruh orang Nasrani masa sekarang. Yang selalu menyerang Islam dengan dalih “nasahk” ini.
Nasahk itu menurut akal mungkin terjadi tetapi menurut syara’ dilarang. pendapat ini merupakan pendirian golongm inaniyah dari kaum yahudi dan pendirian Abu Muslim Al-Asfihani. Mereka mengakui terjadnya nasahk itu menurut logika, tetapi mereka mengatkan nasahk dilarang dalam syara’. Dengan dalil(QS. Fusilat: 42)
Artinya: “Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
Tidak mungkin terjadi menurut akal maupun pandangan. pendapat ini dari seluruh orang Nasrani masa sekarang. Yang selalu menyerang Islam dengan dalih “nasahk” ini.
Nasahk itu menurut akal mungkin terjadi tetapi menurut syara’ dilarang. pendapat ini merupakan pendirian golongm inaniyah dari kaum yahudi dan pendirian Abu Muslim Al-Asfihani. Mereka mengakui terjadnya nasahk itu menurut logika, tetapi mereka mengatkan nasahk dilarang dalam syara’. Dengan dalil(QS. Fusilat: 42)
Artinya: “Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
Mereka menganggap (menafsirkan) ayat ini bahwa Al-Qur’an itu tidak batal/ tidak di hapus selamanya, padahal maksud ayat tersebut bahwa tidak ada kitab-kitab lain sebelumnya yang membatalkan, dan juga akan ada kitab setelah Al-Qur’an yang menghapuskan hukum-hukumnya.[8]
H.Dalil-dalil yang Membolehkan
Nasahk
Dalam kitab-kitab banyak ayat-ayat yang memperbolehkan nasahk, antara lain:
a).Dalam kitab taurot disebutkan : bahwa Allah membolehkan nabi adam mengawinkan anak laki-laki beliau dengan anak perempuan beliau tapi kemudianAllah mengharamkam kepada nabi-nabi yang lain.
b).Dalam buku pertama kitab taurot disebutkan, bahwa Allah menghalalkan semua jenis binatang kepada Nabi Nuh a.s. dan anak cucunyaa, kemudian Allah mengharamkan berbagai binatang kepada ahli syari’at yang lain.
c).Dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat yang memperbolehkan nasahk, diantaranya adalah: Al-Baqoroh ayat 106, An-Nahl ayat 101,Ar-Ra’du 39.
d). Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).(Q.S.Al-Ra’du39)
e).Nasahk juga di benarkan oleh akal pikiran manusia, menurut akal manusia nasahk itu tidak terlarang, karena akal tidak menganggap mustahil terjadinya nasakh. Sebab nasahk itu atas dasar kebijaksanaan Allah SWT. Yang maha mengetahui kemaslahatan hambanya pada sewaktu-waktu. [9]
Dalam kitab-kitab banyak ayat-ayat yang memperbolehkan nasahk, antara lain:
a).Dalam kitab taurot disebutkan : bahwa Allah membolehkan nabi adam mengawinkan anak laki-laki beliau dengan anak perempuan beliau tapi kemudianAllah mengharamkam kepada nabi-nabi yang lain.
b).Dalam buku pertama kitab taurot disebutkan, bahwa Allah menghalalkan semua jenis binatang kepada Nabi Nuh a.s. dan anak cucunyaa, kemudian Allah mengharamkan berbagai binatang kepada ahli syari’at yang lain.
c).Dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat yang memperbolehkan nasahk, diantaranya adalah: Al-Baqoroh ayat 106, An-Nahl ayat 101,Ar-Ra’du 39.
d). Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).(Q.S.Al-Ra’du39)
e).Nasahk juga di benarkan oleh akal pikiran manusia, menurut akal manusia nasahk itu tidak terlarang, karena akal tidak menganggap mustahil terjadinya nasakh. Sebab nasahk itu atas dasar kebijaksanaan Allah SWT. Yang maha mengetahui kemaslahatan hambanya pada sewaktu-waktu. [9]
I.Macam-Macam Nasahk dan jenisnya.
Adapun jenis-jenis Nasakh ada empat, yaitu:
a).Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (Naskhul Qur’aani bil Qur’aani). Jenis Nasakh ini telah dipakai oleh orang yang menyetujui Nasakh mengenai kebolehan terjadinya Nasakh.
b).Nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah (Naskhul Qur’aani bis Sunnah). Nasakh Al-Qur’an dengan sunnah ini boleh baik ahad maupun mutawatir. Namun jumhur ulama’ tidak memperbolehkan Nasakh menggunakan Hadist ahad karena Al-Qur’an diturunkan secara mutawatir dan memberi faedah yang meyakinkan. Sedangkan Hadist ahad memberi faedah yang dzanni (dugaan).
Adapun jenis-jenis Nasakh ada empat, yaitu:
a).Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (Naskhul Qur’aani bil Qur’aani). Jenis Nasakh ini telah dipakai oleh orang yang menyetujui Nasakh mengenai kebolehan terjadinya Nasakh.
b).Nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah (Naskhul Qur’aani bis Sunnah). Nasakh Al-Qur’an dengan sunnah ini boleh baik ahad maupun mutawatir. Namun jumhur ulama’ tidak memperbolehkan Nasakh menggunakan Hadist ahad karena Al-Qur’an diturunkan secara mutawatir dan memberi faedah yang meyakinkan. Sedangkan Hadist ahad memberi faedah yang dzanni (dugaan).
c).Nasakh
Sunnah dengan Al-Qur’an (Naskhul Sunnah bil Qur’aani). Nasakh ini menghapuskan
hukum yang ditetapkan berdasarkan dengan Al-Qur’an. Nasakh jenis diperbolehkan
oleh jumhur ulama’.
d).Nasakh Sunnah dengan Sunnah ((Naskhul Sunnah bis Sunnah), yaitu hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil sennah di Nasakh dengan dalil sunnah pula.[10]
d).Nasakh Sunnah dengan Sunnah ((Naskhul Sunnah bis Sunnah), yaitu hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil sennah di Nasakh dengan dalil sunnah pula.[10]
BAB III
KESIMPULAN
Nasahk ialah menghapuskan hukum syara’ dengan memakai dalil hokum syara’ dengan adanya tenggang waktu, dengan cattan kalau sekiranya tidak ada nasahk itu tentulah hokum yang pertama tetap berlaku.
Syarat-syarat Nasakh ialah:
a.Hukum yang di nasahk harus berupa hukum syara’ bukan hokum lain.
b.Dalil yang menghapuskan hokum syara’ harus berupa dalil syara’.
c.Adanya dalil baru yang menghapus itu harus setelah tenggang waktu dari dalil hukum yang pertama.
d.Antara dua dalil nasihk dan mansuhk harus ada pertentangan yang nyata.
Nasahk ialah menghapuskan hukum syara’ dengan memakai dalil hokum syara’ dengan adanya tenggang waktu, dengan cattan kalau sekiranya tidak ada nasahk itu tentulah hokum yang pertama tetap berlaku.
Syarat-syarat Nasakh ialah:
a.Hukum yang di nasahk harus berupa hukum syara’ bukan hokum lain.
b.Dalil yang menghapuskan hokum syara’ harus berupa dalil syara’.
c.Adanya dalil baru yang menghapus itu harus setelah tenggang waktu dari dalil hukum yang pertama.
d.Antara dua dalil nasihk dan mansuhk harus ada pertentangan yang nyata.
Nasihk menurut bahasa ialah hokum syara’ yang menghapuskan menghilangkan, atau yang memindahkan/ yang mengutip serta mengubah dan mengganti.
Nasihk ialah hokum syara’ yang menghapus/ mengubah dalil syara’ yang terdahulu dan menggantikannya dengan hokum baru yang di bawahnya atau Nasihk itu ialah Allah SWT. Artinya ialah yang menghapus dan menggantikan hokum-hukum syara’ pada hakekatnya ialah Allah SWT. Tidak ada yang lain.
Mansuhk menurut bahasa ialah sesuatu yang di hapus/ dihilangkan/ dipindah atau disalin/ dinukil. Sedangkan menurut istilah para ulama’ ialah hokum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang sama, yang belum diubah dengan di batalkan dan diganti dengan hokum syara’ yang baru yang datang kemudian.
Ada tiga cara untuk mengetahui Nasakh:
a.Dalam salah satu dalil nashnya harus ada yang menentukan datangnya belakangan dari dalil yang lain.
b.Harus
ada kesepakatan (Ijma’) para imam pada suatu masa dari sepanjang waktu yang
menetapkan, bahwa salah satu dari dalil itu datang lebih dulu.
c.Harus ada riwayat shohih dari salah seorang sahabat yang menentukan mana yang lebih dahulu dalil nash yang sling bertentangan tadi.
c.Harus ada riwayat shohih dari salah seorang sahabat yang menentukan mana yang lebih dahulu dalil nash yang sling bertentangan tadi.
Ada beberapa kepentingan dalam ilmu nasakh:
a.Pembahasan nasahk itu menyangkut berbagai masalah rumit.
b.Karena musu-musuh Islam, baik kaum atheis, missionaries, ataupun kaum orientalis yang telah menggunakan masalah tersebut untuk menghancurkan Islam.
c.Dengan mengulas nasihk-mansuhk maka sejarah pensyariatan hokum-hukum Islam dan rahasia-rahasianya akan dapat terungkap.
d.Dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW. Bukan yang menyusun Al-Qur’an.
e.Merupakan sarana yang sangat utama dalam memahami hokum-hukum Islam dan memanfaatkan petunjuk-petunjuknya.
Dilingkungan para ulama’ dari berbagai agama, ada beberapa pendapat mengenai nasahk, di antaranya:
a.Secara akal dapat terjadi dan secara sama’I telah terjadi. Pendapat ini merupakan Ijmak kaum muslimin.
b.Tidak mungkin terjadi menurut akal maupun pandangan. pendapat ini dari seluruh orang Nasrani masa sekarang.
c.Nasahk itu menurut akal mungkin terjadi tetapi menurut syara’ dilarang. pendapat ini merupakan pendirian golongm inaniyah dari kaum yahudi.
d.Menurut para ulama’ Nasahk juga di benarkan oleh akal pikiran manusia, menurut akal manusia nasahk itu tidak terlarang, karena akal tidak menganggap mustahil terjadinya nasakh. Sebab nasahk itu atas dasar kebijaksanaan Allah SWT. Yang maha mengetahui kemaslahatan hambanya pada sewaktu-waktu.
Adapun jenis-jenis Nasakh ada empat, yaitu:
a.Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
b.Nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah
c.Nasakh Sunnah dengan Al-Qur’an
d.Nasakh Sunnah dengan Sunnah
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad
Zakki,M.Ridlwan Nasir,1989,Ulumul Qur’an,Dunia
Ilmu;Surabaya
[1]
.Prof.Dr.M.Ridlwan Nasir,MA,Drs.Muhammad Zakki,ULUMUL QUR’AN.hal.105-108
[2].
.Prof.Dr.M.Ridlwan Nasir,MA,Drs.Muhammad Zakki,ULUMUL QUR’AN.hal.110-113
[3]
.Prof.Dr.M.Ridlwan Nasir,MA,Drs.Muhammad Zakki,ULUMUL QUR’AN.hal.115-120
[4]
.Prof.Dr.M.Ridlwan Nasir,MA,Drs.Muhammad Zakki,ULUMUL QUR’AN.hal.120-121
[5]
.Prof.Dr.M.Ridlwan Nasir,MA,Drs.Muhammad Zakki,ULUMUL QUR’AN.hal.122
[6]
. Prof.Dr.M.Ridlwan Nasir,MA,Drs.Muhammad Zakki,ULUMUL QUR’AN.hal.128-130
[7]
. Prof.Dr.M.Ridlwan Nasir,MA,Drs.Muhammad Zakki,ULUMUL QUR’AN.hal.130-133
[8]
.Prof.Dr.M.Ridlwan Nasir,MA,Drs.Muhammad Zakki,ULUMUL QUR’AN.hal.133-138
[9]
.Prof.Dr.M.Ridlwan Nasir,MA,Drs.Muhammad Zakki,ULUMUL QUR’AN.hal.138-141
[10].
Prof.Dr.M.Ridlwan Nasir,MA,Drs.Muhammad Zakki,ULUMUL QUR’AN.hal.141-143
Tidak ada komentar:
Posting Komentar